BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebenaran yang ditemukan oleh
manusia pada suatu saat mungkin dangkal atau diubah dengan
kebenaran yang baru. Teori yang tidak cocok lagi dengan hasil-hasil pengamatan
baru, diganti dengan teori lebih memenuhi keperluan para ilmuwan, teori
geosentris dalam tata surya pada abad pertengahan di ganti oleh teori
heliosentris. Demikian juga dalam kimia teori flogiston yang memberikan
keterangan yang berbeda dengan teori oksidasi jatuh dan ditinggalkan oleh orang
yang berkecimpung di dalam ilmu kimia. Untuk sinar dalam fisika toeri
partikel dan teori gelombang masih dapat berjalan bersama. Teori generation
spontance untuk makhluk hidup sekarang ini dalam biologi diganti oleh More
vivo ex ovo, omne ovo ex vivo. Teori Darwin tentang asal mula manusia dari
kera yang dibantah Al-Qur’an bahwasannya asal mula manusia itu dari tanah.[1]
Dengan demikian, manusia pada
dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa
yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya
dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban
tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode
tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran
yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang
bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan ini pengetahuan
yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk
mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus
mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada
sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya.
Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang
bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti
pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waha manusia dalam
memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
- Apa yang di maksud dengan ilmu pengetahuan
- Apa yang dimaksud dengan realitivitas (nisbi) dan apakah nilai kebenaran dari ilmu pengetahuan bersifat mutlak
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Sebelum kita memasuki pembahasan
inti dari makalah ini, maka perlu kiranya kita mengetahui pengertian dari ilmu
pengetahuan.
Dalam komperensi ilmu
pengetahuan nasional (KIPNAS) ini LIPI yang berlangsung di Jakarta pada tanggal
15-19 September 1981 di dasarkan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk
science dan pengetahuan untuk Knowledge adapun alasannya yaitu:[2]
- Ilmu (Spesies) adalah sebagian dari pengetahuan (Genus)
- Dengan demikian maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu ciri-ciri ilmiah atau ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)
- Dalam buku bahasa Indonesia berdasarkan hukum D (diterangkan) dan M (menerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan penyatuan ini pada hakikatnya adalah salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah
- Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak) penafsiran yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Ternyata ada juga yang
berpendapat bahwa:
- Ilmu termasuk genus dimana terdapat dapat banyak spesies seperti ilmu kebathinan, ilmu agama, ilmu filsafat, dan ilmu pengetahuan
- Terminologi ilmu pengetahuan sinomia dengan scientific knowledge
- Ilmu adalah sinomia dengan knowledge danpengetahuan tentang science dimana berdasarkan hukum DM maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (Knowledge) yang bersifat pengetahuan (scientific)[3]
Jika demikian, ilmu pengetahuan
hanya merupakan istilah yang lazim dibahasakan orang-orang tetapi tidak mampu
memberikan defenisi yang jelas, tetapi orang pasti sudah mengerti maksud ilmu
pengetahuan bila mendengarnya
Di dalam makalah ini akan kami
uraikan beberapa defenisi istilah ilmu pengetahuan berdasarkan beberapa
buku filsafat.
Kata “Ilmu” merupakan terjemahan
dari kata (Science) yang secara etimologi berasal dari bahasa latin (scinre)
artinya “to Know”. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.[4]
Menurut Prof. drs. Harsojo, guru
besar Universitas Padjadjaran menyatakan bahwa ilmu itu adalah:
- Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan
- Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, counia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu.
Sedangkan pengertian pengetahuan
menurut Drs. Sidi Gazalba adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari pada kenal, sadar, insaf, mengerti
dan pandai.[5]
Pengertian Realitivitas
dan Nilai Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Menurut kamus bahasa Indonesia
realitivitas adalah keadaan yang tidak menentu (ketidaktentuan) atau keadaan
yang tidak mutlak.
Dari pengertian diatas kita
dapat melihat bahwa lawan dari realitif adalah mutlak dan abadi. Sikap realitif
merupakan suatu kepuasan dalam ilmu, karena ilmu hanya berhubungan dengan dunia
fenomena yang penuh dengan perubahan, selalu mengalami perkembangan. Ilmu tidak
mencoba mencari sesuatu yang mutlak, yang mutlak bukan lapangan ilmu. Itu
dipelajari pada filsafat yang pada akhirnya akan bermuara kepada agama. Hal ini
tidak berarti bahwa ilmu harus dipisahkan dari filsafat apalagi dari agama.[6]
Dalam ilmu tidak mengenal
kemutlakan dalam arti apa yang dihasilkan ilmu sekarang, dapat digugurkan oleh
hasil penemuan-penemuan barunya. Apalagi dalam ilmu-ilmu sosial sangat rawan
kalau kita sampai kepada pengertian mutlak. Suatu hasil penelitian dapat
diterapkan di Jawa Barat. Namun belum tentu dapat diterapkan di Sulawesi,
apalagi diluar Indonesia.
Para ilmuwan menyadari bahwa kebenaran yang ditemukan manusia tidak
pernah merupakan kebenaran mutlak. Para
ilmuwan sebagai pencari kebenaran tidak mengharapkan kebpastian terakhir.
Perubahan merupakan sifat yang dominan dalam alam semesta ini. Setiap alam
disusul dengan satu batas tembok masalah ketidaktahan baru. Bila tembok itu
dapat diatasi maka para ilmuwan akan menemukan tembok ketidaktahuan yang baru,
yang lebih tinggi lagi dan seterusnya.[7]
Dibawah ini terdapat beberapa
ahli di dunia dalam hubungan existensi ilmu pengetahuan diantaranya:
Imanuel Kant (1724-1804)
Seseorang filsuf ulung bahasa
Jerman menulis sebagai berikut: “Sihlechterings kann keine menschliche
vermint (auch keine enliche, die der Qualitat nach der unsringen an liwachware,
sie arber dem grade nach noch so sehr neberstiege) die Erzeugung auch nur enies
graschens aus bloss mencahineschen ersachen zu verstehn hoffen”. (dengan
bagaimanapun juga tiada akal manusia [jiga tiada akal yang terbatas, yang
meniliki sifatnya sama dengan akal kita, tetapi menilik tingkatnya betapapun
juga jauh melebihinya] dapat berharap akan memahami penghasilan rumput yang
kecil sekalipun dengan sebab-sebab yang sifatnya mekanis belaka)
Dr. Mr. D.C. Mulder
Menuliskan dalam karyanya yang
berjudul iman dan ilmu pengatahuan sebagai berikut: “Tiap-tiap ahli ilmu vak
mengahadapi soal-soal yang tak dapat dipecahkan dengan melulu memakai
pengetahuan vak itu sendiri. Ada
soal-soal pokok atau soal-soal dasar yang melalui kompetensi dari ilmu vak itu
sendiri. Misalnya di manakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini? Di
manakah tempatnya di dalam kenyataan seluruhnya ini? Metode yang saya
pergunakan ini berlaku sampai dimanakah? Umpamanya soal yang sangat sulit
sekali: Apakah kausalitas kealaman (natuur causalitiet) berlaku juga atas
lapangan hayat, psikis, historis, yuridis, sosial? Dan tentu ada lain-lain
lagi. Jelaslah untuk menjawab soal-soal yang semacam itu ilmu-ilmu vak
membutuhkan suatu instansi yang melebihi vak-vak masing-masing dan yang
menghiraukan akan susunan alam semesta seluruhnya
…………….Adakah instansi yang
sedemikian itu? Ada
juga yaitu ilmu filsafat”
Dari pengungkapan para ahli
tersebut di atas kita dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:
- Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.
- Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya
- Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.
Dengan kita memasuki
lapangan filsafat dengan mencoba merenungkan semua permasalahan manusia
yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengatahuan itu.
Hasil perenugannya kita coba
memaparkan dalam penguraian berikut ini:
Dr. frans Dahle mengemukakan sebagai berikut:
“Menurut Marxisme, agama akan
lenyap, karena ilmu pengetahuan makin lama makin mampu mengartikan hidup dan
membebaskan manusia dari penderitaan. Namun sesungguhnya ilmu tetap tak dapat
menjawab beberapa pertanyaan yang mendasar dan terpendam dalam sanubari
manusia, misalnya tentang kematian, sukses, gagalnya cinta, makna sengsara yang
tak dapat dihindarkan oleh ilmu yang paling maju sekalipun. Dan lebih dari pada
itu, ilmu tak dapat memenuhi kerinduan, kehausan manusia akan cinta mutlak dan
abadi”
Jean Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis yang atheis bangsa Perancis pernah
mengemukakan sebagai berikut:
“Apakah pengetahuan? Ilmu
pengetahuan bukanlah sesuatu hal yang sudah selesai terpikirkan, sesuatu hal
yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil
penelitian dan percobaan-percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode
baru atau karena adanya perlengkapan yang lebih sempurna. Dan penemuan-penemuan
baru ini akan disisihkan pula oleh ahli-ahli lainnya, kadang-kadang kembali
mundur, tetapi seringnya lebih maju.
Begitulah selalu akan terjadi.
Teori Einstein berdasarkan atas studi mengenai percobaan-percobaan Michelson
dan Morley yang menyisihkan ketentuan fisik dan Newtron. Teori realtivitas
Einstein terus hidup hingga 30 tahun kemudian akan disisihkan pula.
Berdasarkan dari uraian di atas,
maka apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan adalah ilmu itu sendiri, yakni
pengetahuan yang diperoleh dari proses penyelidikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode-metode ilmuah. Seperti orang tahu main gotar, atau ia
mengetahui nama teman-temannya, kedua contoh ini tidak membutuhkan metode
ilmiah untuk bisa mengetahuinya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut
diatas, maka perlu disimpulkan beberapa hal :
- Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah
- Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.
Kritik dan Saran
Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa dalam menyusun makalah ini, masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu, penulis berharap agar pembaca memberi kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah-makalah yang akan datang
Demikianlah makalah ini, semoga
bermanfaat untuk kita semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar